dr. Hengky: Hidup Ini Harus Terus Berinovasi, Inovasi dan Inovasi

Surabaya, eHealth. Seperti pepatah “tak kenal maka tak sayang”, rasanya pepatah tersebut terasa pas sekali bagi sosok dr. Hengky TK, Kepala Puskesmas Pegirian. Dengan gaya bicara yang ceplas-ceplos, dokter ramah senyum inipun selalu bersemangat jika ditanya mengenai kehidupan. “Hidup ini harus ada inovasi dan inovasi,” tukasnya. Berikut ini ulasan tim eHealth saat mewawancarai dr. Hengky.

Saat berkunjung ke Puskesmas yang terletak di Jl. Karang Tembok No. 39 ini, suasana ramah langsung menghampiri sejak masuk ke halaman Puskesmas. Senyum ramah petugas keamanan mengantarkan tim eHealth ke ruang kerja dr. Hengky. “Wah, silahkan masuk,” ujar dokter asli Surabaya ini dengan ramah.

Saat ditanya mengenai sepak terjangnya mulai kecil hingga sekarang, dokter kelahiran 24 Juli 1955 ini mulai membuka lembaran masa lalu hidupnya. Sejak awal, ia memang bercita-cita menjadi dokter, tepatnya saat menginjak SMP. Keinginan inipun bukan tanpa alasan, ia tergerak hatinya tatkala melihat seseorang yang terkena Demam Berdarah Dengue (DBD). Hengky kecil tertegun dan heran mengapa ada seseorang yang sakit pada waktu pagi dan selepas sore hari orang tersebut meninggal dunia. Belakangan Hengky menyadari, di tahun 68-an tidak ada masyarakat yang tahu kalau orang tersebut mengidap DBD dan memang masih belum ada obatnya. Akhirnya, timbul keinginan untuk menolong sesama. “Nah, saya pun tergerak berkeinginan menjadi dokter, ya untuk nolong-nolong sesama,” kenangnya.

Lelaki yang masih ada garis keturunan Tionghoa inipun menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Lulus dari FK Unair tahun 1983, ia diterima sebagai PNS dan ditempatkan di Madiun selama 5 tahun. Selepas tahun 1988, dr. Hengky kembali ke Surabaya dan penempatan pertama di Puskesmas Pegirian, dan berpindah-pindah Puskesmas di Surabaya sebelum akhirnya kembali lagi ke Pegirian sebagai Kepala Puskesmas.

Saat awal menjabat, bukan perkara yang mudah bagi dr. Hengky. Banyak kendala dan tantangan sebagai Kepala Puskesmas Pegirian, salah satunya adalah wilayah kerjanya yang padat penduduk, mayoritas kalangan menengah ke bawah, dan sebagian masyarakat berasal dari Madura yang memang memiliki karakter yang keras. “Kita harus ngemong (mengayomi, Red), ngomong (bicara santun, Red), dan ngelayani dengan baik,” kata dr. Hengky yang menerapkan prinsip “3 Ng” tersebut.

Selain itu, terkadang masyarakat cuek apabila ada sosialisasi program seperti Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), mereka tidak antusias karena memang sebagian besar penduduk musiman. “Rata-rata mereka tidak menetap di Surabaya, biasanya sore hari pulang ke Madura. Disini cuma kerja saja, seperti jualan rokok atau rujak,” katanya.

Dan satu lagi, warga di Pegirian juga termasuk unik, yakni menginginkan pelayanan cepat, yakni cepat dilayani dan cepat selesai. Nah, melihat kondisi tersebut, dokter yang kini berusia 56 tahun ini berusaha menciptakan sebuah inovasi dengan membuka Puskesmas lebih awal. “Saya membuka loket Puskesmas pagi jam 07.15 WIB, jadi jam 07.30 WIB sudah periksa pasien.”

Dalam kesehariannya, dokter pengagum budaya jawa ini suka bermain singkatan kata sebagai semboyan untuk memotivasi pasien serta karyawan Puskesmas. Ia memiliki tips untuk karyawannya dalam memberikan pelayanan kesehatan, yakni “Tobat”. Tobat sendiri memiliki arti yang diambil dari falsafah hidup orang jawa, yakni “T” artinya Tepo Seliro yang bermakna tenggang rasa, “Kalau tidak mau disakiti, jangan menyakiti orang lain,” ujarnya mengartikan kata Tepo Seliro. Huruf “O” yakni Ojo Adigang Adigung Adiguno yang berarti merasa paling berkuasa, paling pintar, dan paling benar, huruf “B” yakni Beboyo saking pendopo yang artinya jangan terlalu meremehkan atau mengentengkan masalah. Huruf “A” yakni Aman agawi santoso yang berarti bertindak harus memikirkan keamanan. Sedangkan yang terakhir adalah “T” yakni Temen tinemu yang bermakna jika kita benar-benar menginginkan sesuatu pasti akan tercapai kalau kerjanya bagus.

Prinsip terbuka dan demokrasi yang dijalankan oleh dr. Hengky ini tidak hanya diterapkan di lingkungan kerjanya saja, melainkan juga diterapkan di lingkungan keluarganya. Ia membebaskan putera semata wayangnya yang kini duduk di bangku SMA untuk memilih profesi yang cocok dengan hati nuraninya.

Inovasi di Puskesmas

Saat tim eHealth ingin menelusuri sejauh mana inovasi yang saat ini dikembangkan dr. Hengky di Puskesmas Pegirian, dengan semangat ia membeberkan inovasi dan perkembangannya di Puskesmas Pegirian. Salah satu inovasinya adalah penanganan gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Pegirian.

Ia menjelaskan bahwa ia tidak pernah menggunakan istilah gizi buruk, namun gizi sangat kurus, sebab menurutnya masyarakat tidak mau dikatakan anaknya menyandang predikat seperti itu. “Kalau menyebut gizi buruk, pasti orang tuanya tersinggung,” jelas dokter yang hobi jogging ini.

Dirinya berpikir terobosan apalagi supaya gizi sangat kurus ini bisa ditanggulangi. Selama ini, gizi sangat kurus hanya diberi Pemberian Makanan Tambahan, tetapi tidak ada cara untuk meningkatkan daya kekebalan tubuh. Ia pun berinisiatif memberikan terapi herbal meniran untuk meningkatkan daya kekebalan tubuh. Selain meniran, Balita juga diberikan terapi herbal curcuma atau temulawak.

Tidak berhenti disitu saja, tiba-tiba ada staffnya tertarik dan menjelaskan cara lain untuk menimbulkan nafsu makan melalui metode titik akurpreture. Metode ini kemudian diteliti lebih lanjut di Dr. Soetomo tempat staff tersebut menimba ilmu, dan dari penelitian tersebut, akhirnya diputuskan kalau terapi metode titik akurpreture dapat menimbulkan efek nafsu makan pada anak-anak. Maka, dr. Hengky pun menyerahkan inovasi ini kepada Dinkes Kota Surabaya untuk kemudian ditindaklanjuti. “Insya Allah, tahun 2011 ini sudah mau keluar leafletnya dengan atas nama Dinkes Kota Surabaya,” tukasnya seraya tersenyum.

“Saya sebetulnya ingin mewujudkan secepatnya terapi herbal di Puskesmas ini,” tuturnya. Kalimat itulah yang menjadi sebuah keinginan yang mendalam, keinginan yang sudah terpendam sekian lama. Selama ini, dr. Hengky selalu menanyakan keinginan para pasiennya, apa-apa yang dibutuhkan pasien. Nah, dari keinginan pasiennyalah terkadang inovasi tersebut muncul dan tercipta, yakni pengobatan terapi dari kandungan bahan herbal. Terapi ini biasanya dibutuhkan bagi orang-orang yang jenuh dengan pengobatan medis. Ia sadar kalau semuanya itu memang bisa cepat untuk diwujudkan, semuanya membutuhkan proses.

Kusta di Puskesmas Pegirian

Sebetulnya, semua Puskesmas di Surabaya ini bisa menangani penyakit Kusta. dr. Hengky merasa Puskesmas naungannya ini tidak bernotabene spesialis penanganan penyakit Kusta, tetapi semua mengalir begitu saja. Ia tidak bisa menjawab, sejak kapan dan mengapa Puskesmas Pegirian berpredikat seperti itu. “Mungkin setelah saya memberikan paparan penyakit Kusta di (radio) Suara Mitra tahun 2003 silam, justru dimana beberapa Kepala Puskesmas yang lain memberikan wacana lain. Bisa juga informasi dari mulut ke mulut (sesama penderita), karena rata-rata penderita malu dengan penyakit ini,”

Awalnya, saat bertugas di Madiun, dirinya ditawari kursus pelatihan Kusta di Pusat Kusta Nasional di Ujung Pandang (sekarang Makasar, Red). Ia menolak dengan alasan takut tertular Kusta. Setelah pindah ke Surabaya, ia bertemu dan belajar dengan Alm. dr. Hendro Sastro Widjojo yang kemudian diajak bergabung di tim POD (Prevention of Disibility) yakni program pencegahan kecacatan pada penderita Kusta. Pada tim tersebut berisi lima anggota yang terdiri dari dr. Hengky, dr. Loediono, dr. Wibowo, dr. Sri Wahyuni, serta dr. Esty Martiana Rachmie (Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya) yang dulu masih menjabat Kapus Sawahan.

Ia terkejut saat melihat dr. Hendro memegang penderita Kusta sekian tahun, tapi ternyata tidak apa-apa. Selepas melihat kejadian itulah, dirinya tergerak berangkat ke Makasar untuk mengikuti pelatihan tersebut dan berpikir untuk menggalakkan program penanganan Kusta lebih bagus.

Kusta berbeda dengan penyakit lainnya yang tidak ada imunisasi sebagai pencegahan dini. Penularannya pun melalui udara/pernafasan, kontak dengan penderita dalam jangka waktu yang lama, dan faktor genetika yang juga ikut berperan andil.

Puskesmas Pegirian biasanya rutin melayani penderita Kusta setiap hari Kamis. Penderita yang datang kebanyakan menjalani terapi. Selain itu juga mereka diberi petunjuk bagaimana cara merawat penyakitnya sendiri di rumah. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium leprae ini memang membutuhkan pengobatan yang teratur. Hal ini bertujuan untuk membunuh kuman sampai tidak tersisa lagi sebelum dinyatakan sembuh total. “Kalau tidak ditangani dengan benar, maka dikhawatirkan akan timbul kecacatan,” imbuhnya.

Sebagai penutup wawancara, dr. Hengky memberikan tips untuk menjadi sehat dengan menggunakan kata SEHAT. “S” yakni Seimbangkan gizi, “E” berarti Enyahkan rokok dan alkohol, “H” yakni Hindari stres, “A” yakni Awasi tekanan darah, dan “T” yang berarti Teratur berolahraga. (Ian)