Pre Eklamsia dan Eklamsia Penyebab Kematian Terbesar Ibu Melahirkan

Surabaya, eHealth. Preeklamsia dan Eklamsia (PE/E) masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia khususnya Kota Surabaya. Dikatakan oleh Dr. Muhammad Ardian C.L., dr. SpOG dari RSUD Dr. Soetomo bahwa data PE/E di Jatim mencapai 114/100.000 kehamilan, data tersebut 60% nya dari Kota Surabaya. Atas dasar itulah, Dinas Kesehatan Kota Surabaya mengadakan pertemuan untuk koordinasi peningkatan kompetensi petugas dalam penanganan Preeklamsia dan Eklamsia ditingkat pelayanan dasar.

Preeklamsia atau sering disebut toksemia adalah suatu kondisi yang bisa dialami oleh setiap wanita hamil. Penyakit ini ditandai dengan meningkatkannya tekanan darah yang diikuti oleh peningkatan kadar protein dalam urine. Wanita hamil dengan Preeklamsia juga akan mengalami pembengkakan pada kaki dan tangan. Preeklamsia umumnya muncul pada pertengahan umur kehamilan, meskipun beberapa kasus ada yang ditemukan pada awal masa kehamilan.

Sedangkan Eklamsia merupakan kondisi lanjutan dari preeklamsia yang tidak teratasi dengan baik, sehingga memicu kejang. Eklamsia dapat menyebabkan koma atau bahkan kematian, baik sebelum atau setelah melahirkan.

Untuk meminimalkan Angka Kematian Ibu (AKI) akibat Preeklamsia dan Eklamsia itu Dinas Kesehatan berkoordinasi dengan 17 Kepala Puskesmas dengan perawatan, diantaranya Puskesmas Medokan Ayu, Sidotopo Wetan, Pakis, Tanjungsari, Jagir, Simomulyo, Manukan Kulon, Balongsari, Dupak, Sememi, Banyu Urip, Krembangan Selatan, Tanah Kalikedinding, Kedurus, Gunung Anyar dan Wiyung.  Selain itu juga dihadiri oleh perwakilan dari IBI cabang, IBI ranting dan Paguyuban Paripurna.

Dari penanganan PE/E itu yang menjadi kendala di tiap-tiap Puskesmas adalah sistem alur rujukan yang terlalu panjang yakni dari Puskesmas ke Rumah Sakit tipe C terlebih dahulu dan kemudian jika tidak bisa teratasi di RS tipe C maka boleh dirujuk ke tipe B. Oleh karena itu, dalam pertemuan itu diberikan wacana mengenai Pola Rujukan Maternal kasus Preeklamsia/Eklamsia oleh dr. Muhammad Ardian C.L., SpOG dari RSUD Dr. Soetomo.

Dikatakanya bahwa kasus PE/E yang melalui jalur rujukan dengan estafet meninggal terdapat 41% dan non estafet 59%. Pada rujukan estafet terdapat 67% pasien dengan Eklamsia dan hanya 33% kasus Eklamsia klasik. Dari jumlah itu, 39% kasus rujukan estafet berasal dari Surabaya. Untuk meminimalkan  jalur rujukan yang estafet meningal itu dr. Didin menyarankan untuk diberikan terapi Sulfas Magnesium (SM) di Puskesmas sebelum di rujuk.

Lanjut ia katakan, solusinya untuk mengatasi PE/E dilakukan Screening via ANC pada kasus dua kali risiko tinggi, refresing course, dilakukan kembali tata laksana PE/E dan HPP sebelum merujuk, diminimalkan rujukan estafet, AMP serta koordinasi dan komunikasi berkala dengan Dinas Kesehatan.

Untuk meminimalkan PE/E itu dr. Didin begitu ia disapa, menyarankan para petugas kesehatan mengetahui faktor risikonya. Salah satu faktor Eklamsia adalah hamil pertama, hamil pertama dari suami kedua karena ganti sperma dan riwayat keluarga. Kenali pasien jika tekanan darah lebih dari 130/90 mg itu sudah bisa dinyatakan gejala Preeklamsia ringan. Sehingga jika terdapat gejala Preeklamsia/Eklamsia itu bisa segera teratasi.(Ima)