Pahami Perkembangan HIV, Cegah Penyebarannya

Surabaya, eHealth. Penyebaran virus HIV di Indonesia semakin meningkat di tahun 2010. Adanya perubahan/update data dari Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten menuntut para pelaku kesehatan di setiap daerah memperbarui pengetahuannya seputar wabah yang pada awal kemunculannya dianggap berasal dari monyet ini.

 Sekitar 56 perwakilan dari Puskesmas se-Kota Surabaya memadati ruang Graha Arya Satya Husada di kantor Dinas Kesehatan Kota Surabaya, hari Kamis (30/6). Kehadiran para petugas Puskesmas ini dalam rangka Pertemuan Penyegaran Program IMS (Infeksi Menular Seksual) bagi petugas kesehatan di Puskesmas, dalam hal ini biasa berhadapan langsung dengan penderita penyakit-penyakit menular seksual di lingkungan sekitar Puskesmasnya.

 “Jumlah penderita AIDS di Indonesia semakin meningkat dalam 10 tahun terakhir,” jelas dr. Ponco Nugroho Bangun FR, Kepala Seksi (Kasi) Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Ia menambahkan, berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI, sampai dengan bulan September 2010 mencatat adanya 22.726 kasus AIDS, sementara tahun 2009 terdapat 19.973 kasus dan tahun 2008 sebanyak 16.110 kasus AIDS di Indonesia.

 Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, tercatat bahwa penderita laki-laki melebihi jumlah penderita perempuan dengan perbandingan 73,6% : 26,0%.

 “Yang membuat miris adalah penyakit ini (AIDS, red) paling banyak diderita oleh kelompok umur 20-29 tahun,” lanjut dr. Ponco prihatin.

 Bukan tanpa alasan ia miris dengan angka di atas, sebab berdasarkan penularan HIV sampai dengan tahap AIDS, terjadi masa inkubasi antara 5 – 10 tahun. “Jadi ketika penderita (kelompok umur 20-29 tahun) pertama kali terinfeksi HIV antara umur 10 – 15 tahun. Jadi pada usia tersebut mereka sudah melakukan kegiatan yang berisiko HIV/AIDS,” imbuhnya.

 Bagaimana dengan Kota Surabaya sendiri? Berdasarkan data yang dikeluarkan Dinkes Kota Surabaya tahun 2010, kasus HIV/AIDS yang ditemukan di Kota Surabaya dalam medio 2006 – 2010 juga meningkat (selengkapnya lihat grafis).

 “Sedangkan kalangan penderita kasus HIV dan AIDS terbanyak di kota metropolis ini rupanya bukanlah para pelaku homoseksual atau akibat penggunaan jarum suntik, melainkan menimpa mereka yang justru heteroseksual,” timpal dr. Ponco.

 Dinas Kesehatan Kota Surabaya telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah penularan HIV/AIDS, diantaranya adalah membuka layanan kesehatan yang berkaitan dengan pencegahan HIV/AIDS di 10 Puskesmas di Kota Surabaya. Puskesmas tersebut membuka layanan berupa Preventing Mother To Child Transmission atau Pencegahan Ibu ke Anak (PMTCT), IMS, Voluntary and Counseling Testing (VCT), dan Layanan Jarum dan Alat Suntik Steril (LJASS).

 Sementara itu, pada materi selanjutnya diberikan penjelasan perihal format laporan bulanan IMS serta langkah-langkah yang dilakukan dalam pemeriksaan penderita IMS yang disampaikan oleh dr. Wati. “Petugas harus menanyakan keluhan-keluhan apa saja yang dirasakan pasien, riwayat penyakit, serta riwayat seksualnya,” tukas dr. Wati.

 Petugas pun harus memiliki keterampilan yang baik dalam menyajikan pendidikan seksual seperti tatacara pemakaian kondom. “Tidak perlu malu untuk berkata lugas,” sahut dr. Wati. Dalam kesempatan ini ia bahkan memberikan simulasi pemakaian kondom dengan menggunakan replika penis palsu dan kondom sungguhan.

 Peserta pertemuan juga mendapatkan informasi seputar kualitas kondom, penggunaan istilah-istilah seksual secara awam, hingga perbedaan HIV dengan Hepatitis. Pertemuan ditutup dengan sesi tanya-jawab dengan dr. Wati, yang ditanggapi sangat antusias oleh peserta.(Fns)