Memasyarakatkan Program TFC kepada Masyarakat

Surabaya, eHealth. Hari Senin (28/2), mahasiswa S2 Fakultas Kesehatan Masyarakat Jurusan Gizi Masyarakat bertandang ke Dinas Kesehatan Kota Surabaya untuk mengadakan evaluasi residensi Dinkes Kota Surabaya dan Puskesmas Dupak mengenai program Theurapetic Feeding Centre (TFC) atau yang dikenal dengan Pusat Pemulihan Gizi.

Residensi ini dihadiri juga oleh Kepala Puskesmas Dupak dr. Nurul Laila dengan didampingi oleh Kepala Seksi Pendidikan dan Pelatihan Dinkes Kota Surabaya Hariyanto, SKM, Konsultan Dinkes Kota Surabaya dr. Handoko Ruspandi, MM, serta staff Dinkes Kota Surabaya Dhenok Widari.

Sebanyak 9 mahasiswa tersebut berupaya untuk mensinkronkan hasil residensi terhadap program TFC Puskesmas Dupak untuk masyarakat. Sebagai catatan, TFC Puskesmas Dupak merupakan rawat inap untuk Balita Gizi Buruk yang mengacu pada 10 langkah dan 5 kondisi tata laksana gizi buruk.

Adanya TFC sendiri juga bertujuan untuk memperbaiki gizi buruk pada Balita, perbaikan psikologis Balita dengan stimulasi yang tepat, penyuluhan gizi pada keluarga Balita dan peningkatan pengetahuan gizi dan pengolahan menu serta pola asuh pada ibu Balita/pengasuh sehingga dapat menerapkannya saat berada di rumah.

Adiyanti Asikin, salah seorang mahasiswa menerangkan hasil dari residensi, salah satunya berupa saran bahwa TFC perlu disosialisasikan kepada khalayak luas. “Mencoba memasyarakatkan program TFC lebih luas melalui media massa,” ujar Yanti, begitu ia disapa. Selain itu, ia juga menyarankan untuk memanfaatkan kegiatan promosi kesehatan Puskesmas  yang ada untuk memasarkan program TFC.

Yanti juga menambahkan agar sasaran TFC juga diperluas kepada Balita dari keluarga penduduk musiman. Sebab, menurutnya, dari kalangan inilah yang paling banyak ditemukan permasalahan gizi buruk pada Balitanya. “Dan kesehatan adalah hak asasi setiap manusia,” tukas Yanti saat menyampaikan laporan mengenai hasil residensinya.

Selain saran yang diberikan, Yanti juga mengungkapkan kekagumannya mengenai program yang baru dilaksanakan pada tahun 2010 ini. Menurutnya, TFC di Puskesmas Dupak sebagai inspirasi bagi tempat lain untuk melaksanakan program serupa, khususnya yang berada di wilayah Kota Surabaya.

Tidak menutup kemungkinan perkembangan TFC di Puskesmas Dupak bisa menjadi TFC percontohan bagi Puskesmas se-Kota Surabaya dalam menangani gizi buruk. Bahkan, ia memuji dengan mengatakan bahwa TFC Puskesmas Dupak merupakan pusat rujukan gizi buruk se-Kota Surabaya.

Selain pemaparan hasil residensi ke TFC Puskesmas Dupak, para mahasiswa S2 FKM Unair ini juga memaparkan upaya penggunaan garam beryodium kepada masyarakat. Salah satu perwakilan mahasiswa S2, Wahyu Ratnasari menyarankan bahwa harus ada semacam punishment atau denda bila ada warga yang tidak menggunakan garam beryodium. Denda tersebut berupa kewajiban membeli satu bungkus garam beryodium dan membagikannya ke tetangga sekitarnya. Selain TFC dan garam beryodium, mereka juga mengusulkan adanya program bagi WUSKEK (Wanita Usia Subur Kekurangan Energi Kronis), ibu hamil KEK (Kekurangan Energi Kronis), dan permasalahan obesitas.

Menjawab pertanyaan serta saran yang dilontarkan oleh mahasiswa Unair ini, masing-masing wakil dari Dinkes Kota Surabaya seperti Kepala Puskesmas Dupak dr. Nurul Lailah yang memberikan penjelasan seputar TFC Puskesmas Dupak, Kepala Seksi Pendidikan dan Pelatihan Dinkes Kota Surabaya Haroyanto, SKM yang menerangkan perihal garam beryodium, serta Dhenok Windari yang menjelaskan beberapa program yang berkaitan dengan WUSKEK, ibu hamil KEK, dan obesitas.

“Permasalahan untuk memberikan denda (garam beryodium, Red) bagi masyarakat haruslah mempunyai aturan-aturan. Sebaiknya dibentuk peraturan yang mengatur penggunaan garam beryodium seperti halnya Perda KTR dan KTM (Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok, Red), jadi kita (Dinkes Kota Surabaya, Red) tidak bisa mengatur sendiri,” tutur Hariyanto menjelaskan permasalahan garam beryodium. (Ian)