Tingkatkan Kewaspadaan HIV dan AIDS Bagi Kalangan Wiraswasta

Surabaya, eHealth. Memperingati Hari AIDS Sedunia (HAS) Tahun 2011, Dinas Kesehatan Kota Surabaya mengadakan talkshow yang diikuti oleh perwakilan dari beberapa perusahaan. Kali ini tema HAS yang diangkat adalah “Lindungi Pekerja dan Dunia Usaha Dari HIV dan AIDS.

 

Bertempat di Multifunction Hall BG Junction, sekitar 150 perwakilan dari beberapa perusahaan di Surabaya mengikuti talkshow. Sebelum dimulainya acara, delapan remaja dari Teater Sebaya menunjukan ketrampilan dalam melakukan olah peran dalam seni drama musikal.

 

Acara talkshow ini sendiri menghadirkan 4 narasumber yang kompeten diantaranya dr.Esty Martiana Rachmie selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, dr. Johny Sulistyo selaku Senior Medical Advisor PT. Unilever Indonesia, JP Sunyoto, SH selaku Wakil Sekretaris DPD Konfederasi SPSI Provinsi Jawa Timur dan juga Sigit Priyanto.

 

Pada kesempatan tersebut Wakil Walikota Surabaya Drs.Bambang Dwi Hartono memberi sedikit wejangan pada pembukaannya. “Kasus ini (HIV/AIDS) bukan hanya tanggung jawab dari sektor kesehatan saja, namun juga tanggung jawab semua sektor.

 

Karena itu dalam paparannya dr.Esty menyebutkan bahwa selama ini fenomena HIV dan AIDS seperti gunung es. Banyak penderita HIV dan AIDS yang belum terdeteksi keberadaannya dan hanya sedikit yang ditemukan. “Karena itu kami mengajak semua pihak untuk peduli terkait penanggulangan HIV dan AIDS.

 

Orang nomor satu di jajaran Dinkes Kota Surabaya ini juga menjelaskan bahwa HIV dan AIDS di Surabaya adalah masalah kompleks yang terkait dengan sosial, budaya dan ekonomi. Dilihat dari data Dinkes Kota Surabaya, berdasarkan jenis pekerjaan, wiraswasta/karyawan swasta menempati urutan pertama dalam kasus HIV dan AIDS, sedangkan kedua dan ketiga ditempati oleh ibu rumah tangga dan Pekerja Seks Komersial.

 

Merujuk pada tema HAS tahun 2011 “Lindungi Pekerja dan Dunia Usaha Dari HIV dan AIDS,” masih banyak perusahaan yang belum memiliki komitmen dan kebijakan atau belum melaksanakan program pencegahan dan penganggulangan HIV dan AIDS ditempat kerja. Hal ini menyebabkan terjadinya diskriminasi terhadap karyawan yang menjadi ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS). 

 

Apabila hal ini dibiarkan maka akan terjadi penurunan produktifitas, konflik di tempat kerja dan meningkatkan pengeluaran perusahaan (biaya perawatan kesehatan karyawan, asuransi, pensiun dini, waktu yang terbuang untuk merekrut karyawan baru, dll).

 

Karena tingginya pasien yang berasal dari karyawan swasta, dr.Esty berharap Dinkes Kota Surabaya juga dapat berperan sebagai stakeholder bagi perusahaan agar pengetahuan karyawan mengenai HIV/AIDS meningkat. “Apabila pengetahuan pekerja tentang HIV dan AIDS meningkat, maka pekerja dapat melindungi diri dan keluarganya,terang alumnus Fakultas Kedokteran UGM ini.

 

Dengan bantuan dari semua pihak, maka Dinkes Kota Surabaya akan lebih mudah melakukan sosialisasi mengenai penyebaran dan penularan HIV dan AIDS.Dengan meningkatnya pengetahuan mengenai HIV dan AIDS, pencegahan dan penularan dapat ditekan. Sebab fakta dilapangan banyak masyarakat yang salah kaprah karena kurangnya pengetahuan mengenai HIV dan AIDS. (Dot)