Sekapur Sirih

Surabaya, eHealth. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan pada perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, Lanjut Usia (Lansia) dan keluarga miskin.


Berita Terbaru

Babak Baru Puskesmas Peneleh Sandang Sertifikat ISO 9001:2008

Surabaya, eHealth. Dinas Kesehatan Kota Surabaya kembali menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kota Surabaya. Salah satunya adalah memperbaiki mutu pelayanan Puskesmas agar semakin baik dengan bersertifikasi ISO 9001:2008. Dan pada hari Kamis (17/11), Puskesmas Peneleh menjalani audit untuk mendapat sertifikasi ISO 9001:2008. Memasuki 

Sigap Dirikan Posko Bantuan Kesehatan Korban Kebakaran

Sigap Dirikan Posko Bantuan Kesehatan Korban Kebakaran

Surabaya, eHealth. Kebakaran hebat terjadi di perkampungan Kalianyar Surabaya, Jumat petang (28/10). Melihat musibah kebakaran ini, tiga Puskesmas di Kota Surabaya yakni Puskesmas Peneleh, Gundih dan Ketabang langsung beranjak mendirikan posko bantuan kesehatan ketika kebakaran berlangsung. Kepala Puskesmas Peneleh drg. Sri Kadarwati menceritakan, pada saat 

Ridzotullachmad Nurchakim, Ahli Gizi Teladan Nasional 2010

Ridzotullachmad Nurchakim, Ahli Gizi Teladan Nasional 2010

Surabaya, eHealth. Pria yang sehari-hari bertugas di Puskesmas Peneleh ini sangat akrab dengan ibu-ibu Balita. Keluar masuk kampung untuk mengunjungi Balita yang menderita gizi buruk, bagi pria 27 tahun ini sudah terbiasa. Hatinya merasa terpanggil ketika mendapatkan Balita yang mengalami gizi buruk karena kurangnya asupan makanan yang bergizi. Akhirnya, melalui program Mother Class yang dirintisnya bersama dengan Puskesmas Peneleh, ia mampu mengentaskan derita Balita gizi buruk ini. Tanpa disadari, berkat program Mother Class inilah, ia meraih Tenaga Kesehatan Teladan Tingkat Nasional kategori Ahli Gizi di tahun 2010.

Saat di bangku SMA, pria yang bernama lengkap Ridzotullachmad Nurchakim yang akrab disapa Edo ini tidak menduga akan menekuni pekerjaan di bidang gizi. Yang ada dalam benaknya adalah sangat menyukai bidang kesehatan, sehingga selepas SMA ia langsung meneruskan pendidikan ke DIII Politeknik Kesehatan Malang.

Setiap hari, ia blusukan dari kampung ke kampung untuk mencari Balita yang mengalami gizi kurang maupun buruk dan memberikan pengarahan dan pendampingan kepada ibu Balita agar anaknya “mentas” dari kondisi tersebut. Ia mengaku, penyuluhan kesehatan pada ibu Balita memang merupakan bagian dari hobinya. Edo merasa bangga dapat membantu permasalahan ibu dengan Balitanya yang mengalami gizi buruk.

“Saya senang aja sih memberikan penyuluhan seperti ini kepada ibu Balita,” jelasnya saat ditemui tim eHealth setelah memberikan presentasi dalam acara Mother Class di Puskesmas Peneleh yang kali ini dihadiri oleh bapak Balita.

Saat ditanya apa yang memotivasi adanya program Mother Class yang ia kreasikan bersama Puskesmas Peneleh, Edo mengaku prihatin melihat Balita yang mengalami kekurangan gizi. Ditambah lagi, ia merasa senang bersosialisasi dengan masyarakat, apalagi melakukan penyuluhan seperti di Posyandu. Dan satu lagi, program Mother Class ini dijadikannya sebagai “penebus dosa” saat dirinya diikutkan konselerasi selama 10 hari yang berkurikulum WHO (World Health Organization/Badan Kesehatan Dunia) saat awal menjadi PNS. Dari konselerasi itulah, Edo merasa bersalah. “Aku merasa berdosa karena sudah menjebak beberapa ratus bayi untuk tidak minum ASI,” tukas pria yang baru saja dikaruniai seorang putera ini. Tentunya, saat itu Edo masih bekerja di salah satu produk susu formula.

“Waktu itu aku emang ga ngerti (manfaat ASI, Red) di kuliah pun pembahasan tentang ASI hanya sedikit,” jelas alumnus Poltekkes Kemenkes Malang ini menambahkan. Berangkat dari itu semua, akhirnya ia ingin membuat sebuah forum ibu Balita yang salah satunya membahas secara detail mengenai ASI dan manfaatnya. Namun, sementara ini ia masih memprioritaskan Mother Class dulu.

Menurut Edo, cara menanggulangi gizi buruk yang dilakukan oleh pemerintah selama ini masih ada kekurangan. Untuk melengkapi program Dinkes Kota Surabaya tahun 2009 yang melakukan pendampingan kepada Balita gizi buruk, Edo memaparkan bahwa dalam penanganan gizi buruk tak cukup hanya diberi susu saja. Selain pemberian susu, ternyata ada yang jauh lebih penting saat menangani gizi buruk, yakni merubah mindset (pola pikir) yang baik kepada orang tua Balita. Merubah pola pikir ini akan berpengaruh dalam menghasilkan perilaku yang benar. “Untuk merubah mindset membutuhkan input yang baik. Pengetahuan yang baik membutuhkan input edukasi yang baik pula,” tuturnya.

Tidak gampang merubah perilaku tiap orang. Ketika mengawali program ini, untuk menumbuhkan rasa ketertarikan orang tua Balita membutuhkan proses yang cukup panjang. Merubah perilaku seseorang tak semudah membalikkan telapak tangan. “Dulu jalan (membuat program Mother Class) nya memang susah. Kalau ga disuruh datang, mereka (ibu Balita, Red) ga mau datang,” tukas Edo. “Itupun ibu-ibu Balita datang hanya karena melihat ada uang transport,” cetus Edo yang juga beristri seorang ahli gizi.

Lambat laun, dari perjalanan Mother Class memiliki kemajuan berupa peningkatan mindset ibu-ibu terhadap program yang digelar dua kali dalam sebulan ini. Rasa ketertarikan dan kebutuhan akan pengetahuan akhirnya mulai muncul. Hal ini ditunjukkan dari absensi tiap pertemuan yang semakin hari semakin meningkat. “Sekarang, justru mereka yang membutuhkan. Kalau libur tidak ada Mother Class, ibu-ibu ini kerap menanyakan kapan ada pertemuan lagi,” jelasnya.

Saat menjalankan program Mother Class di tahun 2008 – 2009, Edo menyadari kalau program ini membutuhkan dana yang cukup besar. Salah satunya adalah pemberian uang transport bagi ibu Balita, sebab mayoritas peserta Mother Class sebagian besar bekerja di sektor informal seperti buruh. Paling tidak, pemberian uang transport ini sebagai pengganti hari kerja ibu Balita tersebut.

Dalam pelaksanaan Mother Class, dijelaskan berbagai hal mengenai peranan ibu untuk meningkatkan gizi dan tumbuh kembang buah hatinya, seperti pemberian materi tentang gizi, pemberian susu tambahan, hingga demo masak makanan sehat dengan mengajarkan bagaimana cara mengolah sayur dan masakan lainnya yang mempunyai kandungan gizi seimbang serta disukai oleh anak-anak.

Dari sekian langkah tersebut, tentunya program Mother Class membutuhkan dana yang tidak sedikit. Untungnya, menginjak tahun 2010 berbagai bantuan pun mengalir ke Puskesmas Peneleh, seperti pendampingan dari salah satu LSM yakni LSM Wahana Visi Indonesia, dan bantuan selanjutnya dari program CSR (Corporate Social Responsibility) BUMN yakni PT. PG Rajawali Surabaya.

Saat ditanya mengenai penjelasan apa yang sulit diterima oleh ibu Balita, Edo mengaku susah memberi penjelasan mengenai pentingnya ASI Eksklusif. Faktor ini disebabkan biasanya ada mitos kuat yang mengakar di benak ibu Balita. “Bayi tidak kenyang kalau tidak diberi ASI,” kata Edo menirukan penuturan ibu-ibu.

Mitos yang berkembang seperti ini berasal dari kebiasaan, tingkat pengetahuan, dan budaya yang berkembang di masyarakat. Ia pun mencontohkan mitos lain seperti ASI yang keluar pertama kali yang berwarna kuning itu racun dan harus dibuang, lalu bayi juga harus dikasih madu supaya tubuhnya kuat.

“Padahal itu semua salah besar,” kata Edo, “Harusnya bayi mulai usia nol sampai enam bulan wajib diberi ASI Eksklusif,” imbuhnya. Edo menuturkan, setelah enam bulan, bayi baru bisa diberi makanan tambahan yang disebut ASI pendamping.

Peran kader Posyandu

Dibalik kesuksesan seorang Ridzotulachmad Nurchakim dalam menjalankan program Mother Class, tidak lepas dari peran kader Posyandu. “Kader adalah orang-orang luar biasa,” kata Edo memuji. Edo merasa tidak akan bisa meraih penghargaan apabila tidak dibantu oleh rekan-rekan kader. “Mereka (kader Posyandu, Red) adalah pengemban tugas mulia dalam melayani kesehatan masyarakat. Mereka tanpa digaji, namun bisa meluangkan waktunya demi kesehatan masyarakat.”

Sosok kader bagi Edo adalah sosok yang perlu diteladani, kader juga sebagai inspirasinya dikala mengalami patah semangat. ”Berkat melihat kader, semangat saya mulai naik lagi,“ jelas Edo. Tak cukup hanya dari itu saja, ia yang gemar membuat acara-acara kesehatan di Puskesmas Peneleh ini memberikan apresiasi terhadap kader pada acara Puskesmas Peneleh Award yang digelar setiap tahunnya, kader juga diberikan seminar short motivation sebagai penunjang kinerjanya sampai lomba-lomba antar kader Puskesmas Peneleh seputar profil dan keunggulan Posyandunya masing-masing.

Kepedulian Edo terhadap kesehatan tak berhenti di kawasan Peneleh saja. Ketika pada naik bis jurusan Malang untuk pergi menengok keluarganya, Edo selalu berbincang apabila bertemu dengan ibu Balita dan kerap bertanya tentang ASI. “Saya sering menanyakan ASI kepada ibu yang bersama anaknya yang masih kecil. Dan semua ini refleks, dihati saya sangat ingin membantu,” tukas Edo.

Tanpa disadari, hasil kegigihan Edo yang sangat membantu masyarakat dalam masalah kesehatan. program Mother Class telah mengantarkannya ke Istana Negara dan bertemu Presiden RI di tahun 2010 setelah menjadi Tenaga Kesehatan Teladan Tingkat Nasional. Terlebih, ia juga bangga karena program yang dirintisnya kini dijadikan Dinkes Kota Surabaya sebagai program wajib bagi seluruh Puskesmas di kota pahlawan ini.

Di akhir wawancara, saat ini Edo tengah menyusun inovasinya yang lain, yakni pemberdayaan ekonomi keluarga dengan menggandeng sponsor yang menitikberatkan pada peran bapak. Program ini lebih dikhususkan kepada keluarga yang kurang mampu agar ada peningkatan ekonomi.(Ian)