Sekapur Sirih

Surabaya, eHealth. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berdasarkan pada perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan manfaat dengan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain ibu, bayi, anak, Lanjut Usia (Lansia) dan keluarga miskin.


Berita Terbaru

KPA Kota Surabaya Lakukan Berbagai Langkah untuk Tekan Kasus HIV-AIDS

KPA Kota Surabaya Lakukan Berbagai Langkah untuk Tekan Kasus HIV-AIDS

Surabaya, eHealth. Epidemi HIV (Human Immunodeficiency Virus) telah ada di Indonesia sejak 20 tahun yang lalu. Indonesia adalah salah satu negara di Asia dengan epidemi yang berkembang paling cepat (UNAIDS, 2008). Sedangkan Provinsi Jawa Timur ditetapkan sebagai salah satu provinsi dengan epidemi tingkat tinggi dan 

Upaya Untuk Tingkatkan Kepedulian Terhadap Penderita Odha dan Adha

Upaya Untuk Tingkatkan Kepedulian Terhadap Penderita Odha dan Adha

Surabaya, eHealth. Dalam rangka memperingati hari AIDS Sedunia tahun 2014, Dinas Kesehatan Kota Surabaya menyelenggarakan berbagai kegiatan yaitu Gathering ODHA (orang dengan HIV/AIDS) dan ADHA (anak dengan HIV/AIDS) yang diikuti oleh Dinkes, Puskesmas, LSM dab KPA (Komisi Pemberantas AIDS) di Puskesmas Jagir Jl. Bendul Merisi 

Cek Darah WPS Dolly Sebelum Dipulangkan

Cek Darah WPS Dolly Sebelum Dipulangkan

IMG_8615e
Periksa darah : Petugas kesehatan memeriksa darah WPS sebelum di pulangkan ke daerah masing-masing

Pendataan para WPS ini dilaksanakan di Markas Koramil, Jl. Dukuh Kupang Utara X, Kecamatan Sawahan, Surabaya. Ditargetkan pendataan berlangsung selama lima hari sampai tanggal 23 Juni 2014 dan menjaring 1.499 WPS dan 311 mucikari yang terdata di Dinas Sosial Kota Surabaya.

Selain pendataan dan pengambilan uang kompensasi, para WPS juga menjalani tes HIV yang dilaksanakan oleh Dinkes Kota Surabaya. Hal ini untuk mengantisipasi penularan HIV ke daerah-daerah lain setelah para WPS dipulangkan ke daerah asalnya. Sebelum diambil darahnya, para WPS menjalani VCT (Voluntary Counseling and Testing) yakni konseling yang bersifat sukarela dan rahasia yang bertujuan untuk mengurangi perilaku berisiko, terutama pada mereka yang telah di tes dan dapat membantu beberapa program preventif di masyarakat.

VCT dilaksanakan baik sebelum maupun sesudah dilakukan tes HIV, dan tes HIV dilaksanakan setelah klien terlebih dahulu memahami dan menandatangani informed concent.

Dikatakan oleh Maya Kristinawati, staff pemegang program Komisi Penanggulangan AIDS Kota Surabaya, para WPS yang telah diperiksa dan dinyatakan memiliki HIV positif, maka catatan medis dan datanya akan diberikan ke Dinas Kesehatan setempat untuk ditangani di daerahnya masing-masing dimana para WPS tinggal dan catatan medis tersebut bersifat rahasia.

Lanjut Maya mengatakan bahwa untuk mengantisipasi penyebaran HIV/AIDS di Surabaya setelah penutupan Dolly itu, Dinkes Kota Surabaya sudah bersiap dengan memberikan pelatihan kepada semua Puskesmas untuk bisa mendeteksi penderita HIV/AIDS. ”Semua Puskesmas sudah kami sediakan reagen untuk bisa memeriksa HIV dan sudah kami latih PMTCT,” tukas wanita yang juga staf Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinkes Kota Surabaya ini.

Uang Kompensasi

Para WPS dan mucikari atau pemilik wisma yang datang langsung diarahkan menuju meja Dinas Sosial dan bappemas untuk dilakukan pendataan serta pengambilan uang kompensasi. Untuk WPS menerima uang kompensasi sebesar Rp. 5.050.000 dan mucikari menerima Rp. 5.000.000.

Pemberian uang kompensasi ini dimaksudkan untuk modal usaha saat mereka tidak lagi berkecimpung di dunia malam di Gang Dolly lagi.

Seperti yang dituturkan oleh Hariyati (55), mucikari dari wisma Sandini yang menerima uang kompensasi. Ia mangatakan akan membuka usaha jual telor asin. ”Saya sudah pulang ke kampung saya di Lamongan, memang saya sudah punya keinginan untuk berhenti, sudah saya tutup, ijinnya sudah saya kasihkan bapak lurah, saya mau jualan telor asin,” ungkapnya kepada tim eHealth.

Ia mengaku sudah menjalankan bisnis wisma Sandini sejak tahun 1990 yang berada di gang 6 Putat Jaya itu. Ia nekad membuka bisnis haram tersebut lantaran terdesak ekonomi yang kurang. ”Sejak saya ditinggal suami saya meninggal, anak saya tiga masih kecil-kecil semua, kemudian saya buka Wisma Sandini ini, saya ingin menyekolahkan anak saya hingga sukses,” ungkapnya.

Setelah menerima uang kompensasi itu, Hariyati (55) sudah rela menutup wismanya dan membuka usaha jual telor asin. ”Anak saya tiga sudah sukses semua, yang pertama menjadi perawat yang kedua menjadi guru dan satunya lagi masih kuliah, saya jual telor asin hanya untuk makan saja,” ungkapnya.

Dalam hari pertama pendataan ini, WPS yang datang untuk mengambil kompensasi hanya berjumlah 35 orang dan 12 mucikari dari target pendataan hari pertama sebanyak 250 orang.

”Sepertinya mereka (WPS, Red) masih ragu-ragu untuk datang kesini (Koramil Sawahan) karena banyak sebab, selain faktor enggan datang ke Koramil juga adanya intimidasi dari sesama WPS yang menolak penutupan lokalisasi, tetapi kita terus yakinkan bahwa untuk datang kesini aman dan dilindungi,” imbuh Maya.

Sekilas tentang keberadaan gang Dolly, sebuah lokalisasi terbesar di Surabaya dan konon juga di Asia Tenggara telah ada sejak jaman penjajahan Belanda yang berawal dari seorang PSK yang bernama Dolly Van Der Mart yang mendirikan sebuah wisma di kawasan pemukiman penduduk yang akhirnya nama tersebut diabadikan menjadi nama jalan atau gang, yakni Gang Dolly.

Namun saat ini Wali Kota Surabaya menyatakan menutup lokalisasi Dolly dengan cara menyatakan deklarasi bersama institusi pemerintahan lainnya yang bertempat di gedung Islamic Centre Surabaya, 3 Km dari lokalisasi. Nantinya, bekas lahan lokalisasi akan dibangun sentra kerajinan usaha masyarakat serta gedung kesenian. (Ima/And)