Surabaya, eHealth. Arency, Balita yang masih berusia 3,6 tahun ini tampak malu-malu saat diantar menuju meja penjurian. Dengan bergelayut manja di pundak ibunya, gadis kecil ini sesekali tampak memperhatikan ibunya, Nuraini, menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan oleh juri.
“Ibu, anaknya sudah diberi vitamin A belum? Anak ibu pernah sakit? Bagaimana ibu menangani anak yang sakit?” Berbagai pertanyaan dari juri dijawab dengan lugas oleh Nuraini (33), ibunda Arency.
Memang, saat itu Arency tengah mengikuti lomba Balita Sehat Pasca Pendampingan yang dihelat Dinas Kesehatan Kota Surabaya, hari Kamis (17/2). Namun Balita yang bernama lengkap Arency Mayferanza Marcella ini tidak sendiri, sebanyak 106 Balita dari seluruh Kota Surabaya berkumpul di Graha Arya Satya Husada Dinkes Kota Surabaya untuk mengikuti lomba yang memang dikhususkan kepada Balita yang telah “mentas” dari gizi buruk.
Nuraini menuturkan, awal mengikuti lomba ini karena adanya informasi dari Puskesmas Medokan Ayu yang memberitahu ada lomba Balita Sehat yang telah mengikuti pendampingan. Dari informasi itulah dirinya mengajak buah hatinya untuk ikut bertanding di lomba Balita Sehat ini.
Ibu rumah tangga ini tidak menampik jika anaknya memang mengalami gizi kurang. “Awal mula Arency mengalami (gizi kurang, Red) waktu usia 9 bulan karena Diare,” ujar Nuraini. Akibat dari sakit Diare tersebut, Berat Badan (BB) Arency pun menurun hingga menjadi 7 Kg dari awalnya 10 Kg. “Setelah Diare, nafsu makannya (Arency) hilang dan rewel,” lanjutnya. Selain penyakit Diare, faktor ekonomi yang pas-pasan dari keluarga ini juga turut menyumbang kondisi Arency menjadi gizi kurang. “Suami kerja serabutan, jadi penghasilan juga tidak tentu.”
Karena BB Arency yang tidak kunjung naik dan kondisinya yang juga tak kunjung membaik, maka Dinkes Kota Surabaya melalui Puskesmas Medokan Ayu mengintervensi perkembangan Balita kelahiran 29 Mei 2007 ini melalui program Pemberian Makanan Tambahan (PMT), “Selama PMT, Arency dikasih susu dan biskuit, dan 10 hari sekali diberi vitamin,” tukas Nuraini. Dan selama tahun 2010, Arency mendapatkan program pendampingan gizi buruk dari Dinkes Kota Surabaya selama 3 bulan. Alhasil, dari program tersebut, perlahan-lahan BB dan Tinggi Badan (TB) Arency meningkat. “Tadi setelah ditimbang, BB Arency 11 Kg, dan TB nya 91,2 Cm,” tutur wanita yang tinggal di Medokan Kampung ini seraya tersenyum.
Rubah Perilaku Orangtua Kepada Anak
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya dr. Esty Martiana Rachmie mengatakan, lomba Balita Sehat Pasca Pendampingan ini selain memperingati Hari Gizi Nasional Ke-60, juga sebagai upaya untuk memotivasi ibu-ibu yang memiliki anak yang pernah mengalami gizi buruk agar Balita tersebut tidak jatuh kembali ke dalam lingkaran gizi buruk.
Orang nomor satu di jajaran Dinkes Kota Surabaya ini juga mengapresiasi dengan adanya lomba ini juga sebagai pembuktian turunnya angka kasus gizi buruk yang ada di Surabaya. “Kota Surabaya berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 0,96% di tahun 2010, sedangkan batas angka gizi buruk secara nasional sebesar 1%,” ujar dr. Esty.
Ia pun menuturkan, selama tahun 2010, terdapat sekitar 2500 Balita yang mengalami gizi buruk, gizi kurang, maupun Bawah Garis Merah (BGM). Namun setelah adanya program pendampingan, di awal tahun 2011, tercatat terjadi penurunan menjadi sekitar 2000 Balita yang masih mengalami kasus diatas.
Keberhasilan dalam upaya menurunkan angka gizi buruk ini tidak hanya berasal dari pemerintah saja, namun semua sektor harus mendukung upaya ini mulai dari tingkat terkecil, yakni keluarga. Peran kedua orangtua sangatlah diharapkan untuk membantu perkembangan kesehatan buah hatinya. Jangan mengira gizi buruk hanya terjadi pada masyarakat miskin saja. Di keluarga kelas menengah pun masih dijumpai anaknya menderita gizi buruk, sebab ibunya tidak rajin memperhatikan perkembangan anaknya.
“Kasus gizi buruk terjadi karena ibunya tidak telaten mengurusi anaknya, sibuk dengan sinetron, atau sibuk tiap pagi mengurusi untuk menyiapkan makan bapaknya,“ papar dr. Esty.
Selain itu, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai pola asuh yang benar kepada anaknya juga turut menambah daftar penyebab kasus gizi buruk.
“Minimnya pengetahuan orang tua akan kesehatan anaknya, perilaku yang tidak bersih dan sehat, kondisi lingkungan yang kotor, pemberian makanan yang kurang mengandung gizi seimbang, hingga disebabkan oleh penyakit yang diderita Balita inilah sebagai bagian dari penyebab dari gizi buruk,” tukas dokter alumnus FK UGM ini.
Oleh karena itu, dalam program pendampingan kepada Balita gizi buruk tidak hanya memberikan asupan gizi kepada Balitanya, namun juga memberikan pengetahuan kepada orangtua Balita.
Seperti diketahui, selama tahun 2010, Dinkes Kota Surabaya mengadakan program pendampingan kepada Balita gizi buruk. Tujuan dari pendampingan adalah mengubah perilaku keluarga dan pola asuh kepada Balita sehingga Balita menjadi sehat dan mempunyai gizi seimbang.
Ada beberapa kriteria yang harus dijalani dalam penilaian lomba Balita Sehat Pasca Pendampingan tersebut, antara lain bayi 12 bulan keatas, data tinggi dan berat badan Balita sebelum dan sesudah pendampingan, ada perkembangan yang signifikan tiap bulannya saat penimbangan di Posyandu, tidak adanya penurunan grafik di Kartu Menuju Sehat (KMS) yang dulunya berada di garis merah naik sampai ke garis hijau, begitu juga kehadiran ke Posyandu secara rutin yang menjadi salah satu penilaian tim juri. (And)