Cek Kadar Kecukupan Cairan dalam Tubuh Berdasarkan Warna Urine

 Surabaya, eHealth. Bertempat di Executive Suite Room lantai 1 Hotel Novotel Surabaya, hari Sabtu (16/7), digelar konferensi pers International Symposium on Hydration for Health bertema “Air, Zat Gizi yang Sering Terlupakan” yang diadakan atas kerjasama Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Jawa Timur.

Dalam keterangannya, Prof. Ir. Hardinsyah, MS. Ph.D., narasumber dari Institut Pertanian Bogor (IPB), menegaskan bahwa air adalah salah satu komponen zat gizi yang sering terlupakan untuk dikonsumsi. “Padahal, salah satu masalah yang sering timbul akibat kurangnya asupan cairan adalah dehidrasi,” kata Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB ini. “Dehidrasi adalah kondisi dimana jumlah air dalam tubuh tidak mencukupi untuk melakukan fungsi kerja tubuh secara normal.”

Kompleksnya masalah yang dialami jika kekurangan cairan seperti warna urine yang berwarna pekat seperti teh, kulit kering, tubuh menggigil, hingga tekanan darah rendah, mencetuskan adanya penelitian oleh The Indonesian Hydration Study (THIRST) yang melakukan pemeriksaan urine rutin terhadap 1200 sampel dewasa dan remaja di 6 kota di Indonesia.

“Hasilnya, sekitar separuh orang dewasa dan remaja mengalami dehidrasi ringan,” ungkap Prof. Hardinsyah. “Oleh sebab itu, sosialisasi akan pentingnya minum air yang cukup dan aman menjadi sangat dibutuhkan.”

Cara sederhana untuk melihat kecukupan air dalam tubuh adalah dengan mencermati warna urine, yang dikenal dengan nama Periksa Urine Sendiri (PURI). Konsep yang dikembangkan pertama kali oleh Prof. Lawrence Armstrong, Ph.D., FACSM, seorang ahli fisiologis dan nutrisionis dari Amerika Serikat ini direkomendasikan penggunaannya oleh Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI).

PURI adalah indikator kadar kecukupan air dalam tubuh manusia, berisi daftar warna dan nomor mulai dari 1 sampai 8, dimana 1, warna bening, adalah indikator urine sehat yang menandakan seseorang memiliki kadar hidrasi cukup, sementara 8 yang berwarna sangat pekat adalah indikator seseorang mengalami dehidrasi.

 Air urine yang dijadikan patokan bukanlah yang pertama kali dikeluarkan setelah bangun tidur, melainkan yang berikut-berikutnya. “Hadapkan pada sinar matahari atau di ruangan dengan penerangan berwarna putih,” saran Prof. Lawrence yang khusus datang ke Indonesia dan turut hadir dalam konferensi pers ini untuk mensosialisasikan hasil penelitiannya ini. “Jika warnanya sama dengan indikator nomor 5, 6, dan seterusnya, maka konsumsilah air lebih banyak.”

 Prof. Lawrence menyarankan, meskipun meminum banyak air putih, bukan berarti lantas meminumnya dalam jumlah besar dalam satu waktu. “Justru jika minum terlalu banyak sekaligus, akan berakibat buruk bagi ginjal,” ujar profesor di The University of Connecticut ini dalam bahasa Inggris.

 Hasil studi penelitian dehidrasi pertama di dunia (tahun 2010) oleh psikolog peneliti di US Army Research Institute of Environmental Medicine tahun 1983 – 1990 ini menunjukkan bahwa dehidrasi ringan sebesar 1,5% dapat mempengaruhi kinerja kognitif dan mood seseorang, yang uniknya, lebih banyak menyerang perempuan. “Dengan kata lain, perempuan lebih rentan terhadap pengaruh dehidrasi ringan pada kognitif dan mood daripada pria,” lanjut Lawrence.

 Air yang dikatakan aman untuk diminum adalah air yang tidak memiliki warna, bau dan rasa, serta tidak mengandung zat berbahaya, tidak tercemar pestisida, jamur, logam, dan bahan lain yang berbahaya bagi tubuh.

Sementara itu, narasumber lainnya yakni Dr. dr. Sri Adiningsih, MS, MCN menjelaskan, untuk menyambut bulan suci Ramadhan, seseorang yang berpuasa tidak harus mengurangi takaran air putih, namun mengaturnya agar tetap dapat memenuhi kebutuhan tubuh selama berpuasa yakni minum 8 gelas sehari atau setara 2 liter air putih walau sehari penuh berpuasa.

“Minumlah segelas air 15 menit sebelum makan sahur,” saran alumnus Fakultas Kedokteran Unair angkatan tahun 1977 ini. “Kemudian satu gelas selama makan, dan satu gelas lagi menjelang waktu subuh,” tukas dr. Sri. Sisanya, lanjut wanita yang menjabat sebagai Kepala Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Airlangga ini, dipenuhi setelah berbuka puasa dan menunaikan ibadah shalat maghrib, isya dan tarawih. “Sehingga tubuh tidak kekurangan cairan meskipun berpuasa,” jelasnya.(Fns)