Hospital Schooling Bukan Sekedar Pengganti “Cuti” Pasien Anak

Surabaya, eHealth. Pendidikan adalah hak asasi setiap manusia termasuk anak-anak, tidak terkecuali bagi mereka yang sehat maupun sakit. Bagi anak-anak yang kurang beruntung, misalnya menyandang suatu penyakit sehingga harus berobat dalam jangka waktu relatif lama di Rumah Sakit, mereka tetap memerlukan perhatian dan pemenuhan hak dan kebutuhan mereka dalam hal ini adalah sebuah pendidikan.

Hal inilah yang menjadi dasar bagi RSU Dr. Soetomo berencana untuk membuka program Hospital Schooling bagi anak-anak kurang beruntung seperti yang telah disampaikan diatas. Hal ini disampaikan oleh Pembina Pusat Pengembangan Paliatif bebas Nyeri Kanker RSU Dr. Soetomo-FK Unair Prof. dr. Sunaryadi Tedjawinata, SpTHT, PGD Pall Med (ECU) saat menyampaikan paparannya dalam pertemuan dengan Dinas Kesehatan Kota Surabaya di gedung Graha Arya Satya Husada, hari Rabu (18/5).

Pertemuan yang juga dihadiri oleh Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Jawa Timur ini bertujuan membuka kelas Hospital Schooling yang dipusatkan di Divisi Hematologi-Onkologi Anak RSU Dr. Soetomo. Menurut Prof. Sun – sapaan akrab Prof. dr. Sunaryadi Tedjawinata, SpTHT, PGD Pall Med (ECU) – Hospital Schooling adalah konsep pendidikan khusus kepada anak yang menderita suatu penyakit dan dirawat di Rumah Sakit dalam jangka waktu tertentu karena anak yang bersangkutan tidak mendapatkan pendidikan di sekolah-sekolah umum.

Konsep Hospital Schooling memiliki perbedaan dengan konsep Home Schooling, meski keduanya sama-sama mendapatkan pendidikan di luar sekolah umum.

Hospital Schooling beda sekali dengan Home Schooling. Jika Home Schooling mengajar anak yang sehat, tetapi Hospital Schooling mengajar anak yang sakit,” tegas Prof. Sun.

Berdasarkan data yang dilansir oleh Divisi Hematologi-Onkologi Anak RSU. Dr. Soetomo, dalam periode bulan April 2011 mengenai profil pasien yang dirawat inap berdasarkan usia yakni 0-2 tahun sebesar 14%, 2-5 tahun 23%, dan lebih dari 5 tahun sebesar 63%, dengan jumlah perbandingan laki-laki 61% dan perempuan 39%.

Jumlah pasien rawat inap lebih banyak berasal dari luar Kota Surabaya sebesar 63% dan penderita dari Kota Surabaya sebanyak 37%. Sedangkan lama perawatan di Rumah Sakit terbesar di kawasan Indonesia Timur ini yang kurang dari satu minggu sebanyak 37%, 1-2 minggu 23%, 2-4 minggu 20%, dan lebih dari 4 minggu sebesar 20%.

Dari data-data diatas, maka RSU Dr. Soetomo memiliki kewajiban moral untuk memberikan pendidikan bagi pasien rawat inap khususnya di Divisi Hematologi-Onkologi Anak. Selama ini pihak RSU Dr. Soetomo telah memberikan pengajaran kepada pasien rawat inap yang bekerjasama dengan Yayasan Pratiwi sejak tahun 2008.

Prof. Sun menambahkan bahwa target kegiatan yakni anak-anak tetap bisa beraktifitas dan bergembira layaknya anak yang tidak sakit. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan yaitu mengerjakan soal-soal/teka-teki silang, melukis, berhitung, membaca, melatih memori melalui beragam permainan, dan banyak lagi kegiatan yang telah diajarkan di RSU Dr. Soetomo ini.

Sampai saat ini, program Hospital Schooling masih menjadi yang pertama di Indonesia, bahkan di pusat (Jakarta, Red) pun masih belum ada konsep serupa. Oleh karena itu, RSU yang beralamatkan di Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo No. 6 – 8 Surabaya ini nantinya menjadi Pilot Project dalam program Hospital Schooling. Diharapkan, dengan adanya Hospital Schooling di RSU Dr. Soetomo mampu sebagai inovator program serupa di Indonesia.

Sementara itu, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Jawa Timur Priyono Adi Nugroho sangat apresiatif terhadap program yang dicanangkan oleh RSU Dr. Soetomo. Priyono mengatakan, berdasarkan Konvensi Hak Anak (KHA) PBB yang telah diratifikasi oleh Pemerintah RI sejak tahun 1990 terdapat rumusan hak anak-anak. Ada 31 hak anak yang dirumuskan dalam KHA tersebut yang pada dasarnya tercakup empat hak dasar anak, yakni hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan, dan hak partisipasi.

Pendidikan anak, lanjutnya, termasuk dalam hak tumbuh kembang anak. Setiap anak lahir berhak diberdayakan menjadi manusia yang berbudaya, beradab, berpengetahuan, dan berketrampilan untuk hidup layak, termasuk bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus (ABK). Anak-anak yang mengalami sakit seperti Kanker dengan waktu proses penyembuhan yang relatif lama membutuhkan pendidikan yang disesuaikan dengan keadaannya. Penyesuaian ini meliputi jadwal sekolah, pelajaran yang diberikan, alat peraga pendidikan yang digunakan, metode mengajar, tutor/fasilitator yang dibutuhkan dan hal-hal lain yang terkait dengan proses sekolah khusus ini.

Penyelenggaraan Hospital Schooling bertujuan untuk menyambung pengetahuan anak agar tidak sampai putus sekolah dimana anak sementara meninggalkan bangku sekolah karena alasan sakit. Jadi Hospital Schooling perlu dilakukan untuk mengisi kevakuman ketika anak menjadi pasien yang terpaksa “cuti” dari sekolah formal.

Namun demikian, Hospital Schooling bisa juga diselenggarakan memang untuk mengganti kevakuman karena anak usia sekolah yang terpaksa Drop Out (DO) karena sakit, dan mereka masih berhak dan membutuhkan pendidikan dasar. Jadi Hospital Schooling bukan sekedar pengganti “liburan” atau “cuti” pasien anak, melainkan mutlak merupakan hak anak sebagai pasien sakit yang dirawat di Rumah sakit dalam waktu yang cukup lama.(And)